Dalam tulisan-tulisan sebelumnya sudah saya jelaskan mengenai keutamaan ataupun keistimewaan ibadah puasa. Nah, untuk kali ini saya akan melanjutkan tentang tingkatan orang yang berpuasa. Menurut Imam Ibnu Rajab al-Hanbali, ada dua tingkatan orang yang berpuasa.
Tingkatan pertama
Tingkatan pertama, orang yang meninggalkan makan-minum dan segala keinginannya hanya karena Allah degan mengharapkan imbalan surga. Orang yang seperti ini merupakan tipe orang yang berniaga atau bertransaksi dengan Allah. Dan Allah tidak akan pernah menyianyiakan pahala orang yang telah memperbaiki amal perbuatannya. Dan orang yang beramal atau berniaga dengan Allah maka sejatinya tak akan pernah merugi. Akan tetapi ia akan mendapatkan keuntungan yang amat besar.
Pernah Nabi berkata kepada seseorang: “Sesungguhnya engkau tidak meninggalkan sesuatu apapun karena takut Allah, kecuali Allah akan mendatangkan yang lebih baik lagi.”
Kelak di surga, orang yang di dunianya berpuasa akan Allah berikan kepadanya makanan, minuman, dan wanita-wanita.
Dalam QS. Al-Haqqah ayat 24 Allah berfirman,
كُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ هَنِيَٓٔۢا بِمَآ أَسۡلَفۡتُمۡ فِي ٱلۡأَيَّامِ ٱلۡخَالِيَةِ
24. (kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”.
Menurut Mujahid dan selainnya ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang berpuasa.
Dalam hadis Bukhari-Muslim dijelaskan dari Nabi bersabda: “Sungguh di surga ada sebuah pintu yang disebut dengan ar-Rayyan yang hanya akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa bukan yang lain.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Di saat mereka sudah masuk maka pintu itu ditutup”. Dan dalam riwayat lain juga dikaakan, “Barangsiapa memasukinya maka ia minum, dan barangsiapa yang telah minum maka ia tak akan merasa dahaga selamanya”.
Barangsiapa di dunianya meninggalkan makan, minum, dan syahwat barang sebentar, maka kelak Allah gantikan untuknya makanan, minuman yang tak pernah habis dan Allah berikan pasangan yang tak akan mati. Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Sahl ibn Sa’d.
Mahar bidadari-bidadari surga adalah lamanya tahajjud. Dan tahajjud dalam waktu yang lama pada umumnya ada di bulan Ramadan.
فليدع عنه التوان | من يريد ملك الجنان | |
ــل إلى نور القرآن | وليقم في ظلمة الليـــ | |
إن هذا العيش فان | وليصل صوما بصوم | |
ــله في دار الأمان | إنما العيش جوار الــ |
“Barangsiapa yang menginginkan kerajaan surga, Maka berdoalah dengan pelan-pelan
Bangunlah di di kegelapan malam, Dengan cahayanya Al-Qur`an
Dan lanjutkan dengan puasa demi puasa, Sebab sungguh hidup ini adalah fana
Sesungguhnya hidup yang sejati itu, di sisi Allah di kampung kesentosaan”
Tingkatan kedua
Tingkatan kedua, adalah orang yang berpuasa di dunia dari selain Allah. Pada derajat ini seseorang betul-betul menjaga anggota tubuhnya, seperti kepala, mata, telinga, mulut, perut, tangan dan yang lain sebagainya. Kematian dan kebinasaan yang selalu ia ingat. Orang ini hanya fokus pada akherat dan meninggalkan pernak perniknya dunia. Orang yang seperti ini hari raya dan kebahagiaannya adalah ketika berjumpa dengan Allah. Dalam QS. Al-‘Ankabut ayat 5,
مَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ ٱللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ ٱللَّهِ لَأٓتٖۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ
5. Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
ويوم لقاكم ذاك فطر صيامي | وقد صمت عن لذات دهري كلها |
“Sunnguh aku telah berpuasa dari segala kesenangan di sepanjang hidupku, Dan hari kematian kalian pada waktu itu adalah berbukanya puasaku.”
Dengan memperhatikan tingkatan terakhir ini, tidaklah pantas seseorang megharapkan kedudukan mulia di sisi Allah namun masih saja bermalas-malasan dalam meningkatkan kualitas puasanya. Seharusnya kita perhatikan perhatikan betul bahwa hari-hari semakin berlalu. Ini menunjukkan bahwa kesempatan semakin berkurang, sementara hari perjumpaan semakin dekat.
Rahasia Bau Mulut Orang yang Berpuasa
Dalam hadis sebelumnya ada keterangan bahwa aroma mulut seorang yang berpuasa jauh lebih wangi daripada minyak kesturi. Bau mulut adalah aroma yang berasal dari uap dalam perut yang naik. Hal ini sebab lambung seseorang mengalami kekosongan akibat puasa. Tentu bau semacam ini sangat tidak mengenakkan dalam penciuman manusia di dunia. Akan tetapi pada prinsipnya sangat harum di sisi Allah karena muncul dari ketaatan dan mencari ridaNya. Sama seperti darah para syuhada di hari kiamat kelak yang berlumuran. Warnanya adalah sebagaimana darah pada umumnya, namun harumnya melebihi kesturi.
Ada dua makna harumnya aroma mulut orang yang berpuasa di sisi Allah
Makna pertama
Pertama, ketika puasa menjadi rahasia antara Allah dan hambaNya di dunia. Maka Allah tampakkan kepada semua makhluk rahasia tersebut secara terang benderang kelak di akherat. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada semua umat manusia supaya mereka tahu bahwa ternyata ada orang-orang yang ketika hidupnya berpuasa. Dan ini merupakan bentuk balasan Allah atas usaha orang-orang yang berpuasa dalam merahasiakan puasanya.
Makna kedua
Kedua, seseoang yang beribadah, taat, dan mencari rida Allah dengan sebuah amalan tertentu, lalu muncul efek-efek yang tidak menyenangkan bagi banyak orang ketika di dunia. Maka sesungguhnya hal demikian itu tidaklah menjadi sesuatu yang tidak Allah sukai, melainkan Allah sangat menyukainya dan menganggapnya sebagai suatu yang sangat baik. Alasannya sebagaimana telah saya jelaskan sebelumnya, karena keadaan tidak menyenangkan ini efek dari ketaatan seorang hamba dan dalam usahanya menggapai rida Allah. Pemberitahuan Allah tentang aroma ‘mulut orang yang berpuasa’ dalam hadis tersebut merupakan sebentuk cara Allah untuk melegakan hati orang-orang yang berpuasa, dan supaya orang lain juga tidak merasa terganggu.
Inilah rahasianya
Segala sesuatu (yang berhubungan dengan ketaatan) yang tampak kurang atau cacat dalam pandangan manusia, maka di sisi Allah pada hakekatnya adalah sesuatu yang sempurna.
Bau tak sedap orang yang berpuasa jauh lebih harum daripada aroma kesturi. Pakaian orang-orang yang berihram lebih indah daripada baju-baju yang penuh perhiasan. Rintihan pendosa karena takut siksa jauh lebih utama daripada bacaan tasbih. Sedihnya orang yang khusyu’ beribadah karena mengagungkan Allah adalah sebuah keberanian. Kerendahan hati orang-orang yang takut sebab memandang kuasaNya adalah kemuliaan. Mengorbankan nyawa dalam berperang di jalan Allah itulah kehidupan. Laparnya orang yang berpuasa adalah kenyang yang sesungguhnya. Dahaga orang yang berupaya mencari ridaNya adalah kelegaan. Dan istirahatnya para mujtahid adalah jerihpayahnya terhadap agama.
وخضوعه لحبيبه شرف | ذل الفتى في الحب مكرمة |
“Kerendahan hari seorang pemuda dalam mencintai adalah kemuliaan, dan ketundukannya terhadap sang kekasih merupakan keluhuran.”
Hari ini, angin sepoi-sepoi menghembuskan aroma mewangi.
Ketika setan terbelenggu di bulan Ramadan dan api syahwat padam dengan puasa. Maka, seketika itu hawa nafsu terusir dan kedaulatan akal bediri tegak sebagai sang penentu keadilan. Di situlah tidak ada lagi alasan bagi seorang yang bermaksiat.
Wahai awan mendung kealpaan kalbu, lenyaplah!
Wahai surya ketakwaan dan iman, terbitlah!
Wahai lembaran amal orang-orang salih, naiklah!
Wahai hati orang-orang yang berpuasa, khusyu’lah!
Wahai telapak kaki orang yang bersungguh-sungguh, bersujudlah dan rukuklah kepada Rabbmu!
Wahai mata para ahli tahajjud, janganlah terlelap!
Wahai dosa-dosa orang yang bertaubat, janganlah kau ulangi!
Wahai bumi hawa nafsu, telanlah airmu, wahai langit hawa nafsu, berhentilah!
Sumber bacaan:
Lathoiful Ma’arif, Imam Ibn Rajab al-Hanbaliy
Wadhaif Syahri Ramadlan, Muhammad Sulaiman al-Muhana