Mentadabburi ayat-ayat Al-Quran merupakan aktivitas intelektual dan keilmuan yang paling utama dan mulia. Ia adalah sebuah langkah efektif guna menggali dan memahami pokok-pokok agama (ushuluddin), yang tanpanya (tadabbur), kandungan ushuluddin sangat mustahil untuk bisa tersingkap dan terungkap dengan terang benderang.

Seseoran sedang mentadabburi Al-Quran

Pentingnya tadabbur?

Allah ta’ala menurunkan Al-Quran untuk kita tadabburi, bukan untuk dibiarkan begitu saja. Bukan pula hanya sekedar dijadikan bahan bacaan dengan nada-nada indah dan tidak pula dijadikan sebagai mantra-mantra pengusir setan, azimat kekebalan dan lain sebagainya yang jauh dari proses pentadabburan.

Dalil tadabbur

Keharusan tadabbur ini sudah Allah ta’ala tegaskan sejak awal mula Kitab ini turun, di kota suci Makkah, periode pertama di mana Al-Quran diwahyukan kepada kekasihnya.

“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS. Shad: 29)

Itulah Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan limpahan keberkahan tiada tara. Namun yang perlu kita pahami di sini adalah agar limpahan keberkahan itu bisa kita rasakan secara nyata baik untuk pribadi kita maupun kejayaan peradaban adalah hanya dengan mentadabburinya, tidak dengan yang lain. Jadi, hanya orang-orang yang tekun mentadabburi ayat-ayat saja yang Allah berikan keberkahan tersebut.

Tujuan tadabbur

Namun, tadabbur bukan hanya sebatas usaha memahami ayat-ayat atau aktivitas intelektual semata. Tujuan akhir daripada tadabbur adalah tentang pengambilan pelajaran dan tindakan nyata. Inilah sebuah proses panjang dan melelahkan yang hanya bisa dilakukan oleh para ulul albab sebagaimana dijelaskan di ayat di atas. Di sinilah seharusnya kita terhentak dan bergerak. Di manakah posisi kita hari ini terhadap ayat-ayat yang selama ini kita baca? Apakah kita ini keledai? Tentu bukan. Jangan sampai kita menjadi keledai yang tak tahu menahu atas apa yang kita baca, sebagaimana gambaran umat terdahulu terhadap kitab suci mereka!

Umat yang cerdas adalah mereka yang mau perpikir dan bertindak cerdas. Merekalah umat yang mampu mengais pelajaran dari wahyu yang memang sengaja turun untuk perbaikan, bukan semata hiasan. Umat yang cerdas adalah mereka yang menghayati kalam ilahi untuk perbaikan generasi, bukan sekedar basa-basi di ruang-ruang diskusi.

Inilah tiba saatnya kita kembali duduk dengan kepala tertunduk untuk merenungkan ayat-ayat Al-Quran. Mari kita temukan mutiara-mutiaranya, kita selami kedalaman maknanya, dan kita amalkan keindahan yang memancar di seluruh aliran darah dan nafas kita.

Sumber: Qowaid at-tadabbur al-Amtsal li Kitabillah ‘Azza wa jalla, karya Syaikh Abdurrahman Hasan Habannakah al-Maidaniy