الْحَمْدُ لِلّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّهِ الْحَمْدُ لِلّهِ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وُيُكَافِئُ مَزِيدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلى نَفْسِكَ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدَهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ خَيْرُ نَبِيٍّ أَرْسَلُوْهُ أَرْسَلَهُ اللّهُ إِلى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلى يَوْمِ الدِّيْنِ وَأُوْصِيْكُمْ أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ وَنَفْسِيْ الْمُذْنِبَةَ بِتَقْوَى اللّهِ تَعَالى، أَمَّا بَعْدُ
Jamaah Jum’ah yang berbahagia!
Melalui mimbar jumat ini, marilah kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala, dengan menjalankan segala perintaNnya dan meninggalkan larangan-laranganNya.
Kita adalah umat wasathiyyah (umat pertengahan). Dalam arti umat yang selalu berada di pertengahan, tidak terlalu ke kanan atau ke kiri. Keseimbangan merupakan suatu jalan ideal yang harus ditempuh oleh umat ini.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ وَمَا جَعَلۡنَا ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ عَلَيۡهَآ إِلَّا لِنَعۡلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِۚ وَإِن كَانَتۡ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۗ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٞ رَّحِيمٞ
“Dan demikian (pula) Kami menjadikan kamu (umat Islam) ummatan wasathan (umat yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan manusia) dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. al-Baqarah/2: 143).
Ummatan washatan adalah umat yang bersikap, berpikiran, dan berperilaku moderat, adil, dan proporsional antara kepentingan material dan spiritual, ketuhanan dan kemanusiaan, masa lalu dan masa depan, akal dan wahyu, individu dan kelompok, realisme dan idealisme, dan orientasi duniawi dan ukhrawi.
Jamaah Jumah yang Allah muliakan!
Ketika menafsirkan ayat Ummatan wasathan tersebut, at-Thabari mengartikannya sebagai udulan (umat yang adil) dan khiyar (pilihan).
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١١٠
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dalam ayat ini jelas dikatakan bahwa sebagai umat terbaik kita mengemban amanah untuk menjalankan amar makruf nahi munkar. Menerapkan amar makruf mungkin terkesan mudah, namun jika dihadapkan pada realitas sosial, politik, dan ekonomi. Maka hal ini seringkali justru menjadi hal yang menyebabkan banyak kekacauan dan perselisihan jika dilakukan dengan cara-cara yang kurang tepat, sehingga di pihak lain ada beberapa kalangan yang justru meninggalkan amanah ini secara total. Mereka terjerembab dalam sikap apatis dan tidak mau tahu menahu terhadap relitas yang ada.
Hadirin jamaah rahimakumullah!
Melihat fenomena seperti ini, lantas bagaimana seharusnya sikap kita? Apakah bergerak secara sporadis? Brutal? Tanpa memandang maqoshidusysyariah (tujuan-tujuan syariat) sebagai prinsip keberagamaan. Atau meninggalkannya sama sekali? Tentu dua hal tadi bukan solusi bagi kita sebagai ummatan wasathan yang sekaligus bergelar sebagai khoira ummah. Oleh sebab itu Syekh an-Nawawi Banten di dalam kitab beliau, Tafsir Munir berkata,
“Amar ma’ruf nahi munkar termasuk fardlu kifayah. Tidak boleh amar ma’ruf nahi munkar kecuali oleh orang yang tahu betul keadaan dan siasat bermasyarakat agar ia tidak tambah menjerumuskan orang yang diperintah atau orang yang dilarang dalam perbuatan dosa yang lebih parah. Karena sesungguhnya orang yang bodoh terkadang malah mengajak kepada perkara yang batil, memerintahkan perkara yang munkar, melarang perkara yang ma’ruf, terkadang bersikap keras di tempat yang seharusnya bersikap halus dan bersikap halus di dalam tempat yang seharusnya bersikap keras.”
Jadi, sebagai kaum mukminin, kita tidak boleh bosan dalam mengajak semua manusia ke dalam kebaikan. Dan juga senantiasa menunjukkan kepada mereka teladan-teladan kebaikan sebagaimana telah baginda rasulillah ajarkan. Di mana sebenarnya secara common sense (akal sehat), manusia memang selalu mengharapkan kebaikan bagi dirinya sendiri maupun kebaikan bagi orang lain. Tidak ada satupun umat manusia di bumi ini yang menginginkan keburukan dan ketidak seimbangan hidup. Maka dari itu, sudah sepatutnya mengajak pada kebaikan dan memberikan teladan baik ini menjadi aktifitas yang biasa, yaitu suatu kewajaran. Namun seringkali akal sehat tersebut tertutup oleh hawa nafsu. Sehingga alih-alih berbuat kebaikan justru terjerumus pada kejahatan. Inilah urgensi dari sikap amar makruf nahi munkar.
Hadirin, jamaah jumah yang berbahagia!
Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِّهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia menghilangkannya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Orang yang tidak mampu _dengan lisannya_, maka dengan hatinya. Dan dengan hati ini adalah lemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Dalam proses amar ma’ruf nahi munkar, tetap harus mendahulukan tindakan yang paling ringan sebelum bertindak yang lebih berat. Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani berkata di dalam kitabnya, Hasyiyah asy-Syarwani:
وَالْوَاجِبُ عَلَى الْآمِرِ وَالنَّاهِي أَنْ يَأْمُرَ وَيَنْهَى بِالْأَخَفِّ ثُمِّ الْأَخَفِّ. فَإِذَا حَصَلَ التَّغْيِيْرُ بِالْكَلَامِ اللَّيِّن فَلَيْسَ لَهُ التَّكَلُّمُ بِالْكَلَامِ الْخَشِنِ وَهَكَذَا كَمَا قَالَهُ الْعُلَمَاءُ
“Wajib bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar untuk bertindak yang paling ringan dulu kemudian yang agak berat. Sehingga, ketika kemungkaran sudah bisa hilang dengan ucapan yang halus, maka tidak boleh dengan ucapan yang kasar. Dan begitu seterusnya).” (Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiyah asy-Syarwani ala Tuhfahtil Muhtaj).
Baca juga: menanamkan kejujuran.
Dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, seseorang harus lebih arif dan bijak dalam artian melakukannya sedikit demi sedikit. Tidak memaksakan harus seketika itu. Sayyid Abdullah ibn Husain ibn Tohir berkata:
“Bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar harus bersikap lembut dan belas kasih kepada manusia, ia harus bertindak pada mereka dengan bertahap. Ketika ia melihat mereka meninggalkan beberapa kewajiban, maka hendaknya ia memerintahkan pada mereka dengan perkara wajib yang paling penting kemudian perkara yang agak penting. Kemudian ketika mereka telah melaksanakan apa yang ia perintahkan, maka ia berpindah pada perkara wajib lainnya. Hendaknya ia memerintahkan pada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan lembut dan belas kasih.“
Hadirin jamaah Jumah yang berbahagia!
Begitu juga ketika mereka melakukan larangan-larangan agama yang banyak dan mereka tidak bisa meninggalkan semuanya, maka hendaknya ia berbicara kepada mereka di dalam sebagiannya saja hingga mereka menghentikannya kemudian baru berbicara sebagian yang lain, begitu seterusnya.” (al-Habib Zain bin Sumith, al-Minhaj as-Sawi, Jeddah, Dar al-Minhaj, 2006 cetakan ketiga, halaman 316-317).
Pada kemunkaran tingkat tertentu, hak amar ma’ruf ada pada pemerintah, bukan perseorangan atau kelompok. Dan harus tanpa memaksakan di atas kemampuan. Pelaksanaannya harus bertahap dari hal yang paling ringan kemudian hal yang agak berat, dan seterusnya. Tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar bagi diri maupun orang lain.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم قال الله تعالى: وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ وَمَا جَعَلۡنَا ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ عَلَيۡهَآ إِلَّا لِنَعۡلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِۚ وَإِن كَانَتۡ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۗ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٞ رَّحِيمٞ ١٤٣ بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم . أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ
Khutbah 2
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَى عِبَادِهِ بِمَا أَخْرَجَ لَهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَأَدَّرَهُ عَلَيْهِمْ مِنْ أَصْنَافِ الْأَرْزَاقِ وَالْأَقْوَاتِ وَأَحَلَّ لَهُمْ مِنْ ذَلِكَ مَا تَقُوْمُ بِهِ أَدْيَانُهُمْ وَأَبْدَانُهُمْ وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ مَا يَكُوْنُ بِهِ ضَرَرٌ فِي أَبْدَانِهِمْ وَعُقُوْلِهِمْ وَأَدْيَانِهِمْ وَالْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا وَوَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَحُكْمًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْبَشِيْرُ النَّذِيْرُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إَلى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ
أَيُّهَا النَّاسُ: اتَّقُوْا اللهَ تَعَالى وَاسْتَغْنَوْا بِمَا أَبَاحَ لَكُمْ مِنَ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ عَمَّا حَرَّمَهُ عَلَيْكُمْ، وَحَافِظُوْا عَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاًعَلِيْمًا .اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
.اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ.رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ .اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى .رَبنا أَدْخِلْنا مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنا مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لنا مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا .اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ .رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا .رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللَهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.