Share

Fafirru ilallah: Berlarilah!

  • Agustus 14, 2024

Lama sekali saya tidak menulis tentang tema apa pun. Padahal sejak saya berhenti menulis sekitar tiga bulanan yang lalu, banyak sekali isu-isu hangat nan panas. Mulai dari nasab yang sedang di ujung nasib. Lalu ada pula isu tentang perkumpulan ulama yang konon sedang ingin menggali tambang, alih-alih menggali dalil, dan masih banyak lagi.

Bukannya saya diam menyendiri di dalam sepi tanpa melakukan apa pun, tetapi saya sedang “berlari”. Dan kini saya benar-benar sedang mengistikamahi “berlari”. Meskipun lari yang saya lakukan adalah lari-larian, yang artinya bukan lari betulan. But its ok, semoga dengan lari-larian, ke depan akan menjadi lari betulan.

Di sini saya akan menceritakan pengalaman lari yang sangat menyenangkan dan isnyaAllah menyehatkan. Sebetulnya keinginan lari ini sudah ada sejak lama namun belum juga terealisasi. Hingga akhirnya terpendam dalam-dalam. Pernah saya mencoba lari setelah diajak salah seorang sahabat, meskipun berakhir dengan ngos-ngosan, bahkan hampir pingsan. Padahal waktu itu saya baru berlari sekitar 200 meter, memalukan bukan?

Mungkin yang mengubur keinginan lari itu adalah karena lemahnya tekad, dan yang pasti tubuh lemah yang terlalu lama cuti dari semua olahraga atau gerak badan. Setiap ada ajakan untuk berolahraga, saya selalu menolaknya karena alasan cepat ngos-ngosan tadi.

Hingga pada suatu saat saya merenung, “Bagaimana ya, caranya agar tidak mudah atau cepat ngos-ngosan? Ah, apa aku harus mengawali dengan jalan kaki atau lari atau jogging saja dulu?” Dan setelah pertanyaan itu berlalu, segera saya jawab dengan aksi nyata. Baiklah, ini mungkin saatnya aku harus berlari. Dan pada saat itu juga aku mulai berlari (baca: lari-larian). Aku berlari bukan untuk meninggalkan sesuatu, tetapi justru berlari untuk menggapai segala sesuatunya dengan lebih cepat, bi idzinillah. Aku ingin melatih paru-paru, menjaga kesehatan, dan menurunkan berat badan. Sehingga dengan bekal ini, semoga saya bisa melanjutkan ke olahraga-olahraga yang lain. Itulah tujuan awal saya berlari.

Hingga beberapa hari setelahnya saya menemukan sebuah tulisan dari uda Ivan Lenin yang tulisan-tulisannya sering saya baca di media medium.com. Judul tulisannya adalah “Manfaat Olahraga untuk Otak“. Di tulisan tersebut Uda Ivan menceritakan bahwa ada seorang ahli ilmu saraf bernama Wendy Suzuki yang menghabiskan waktunya di laboratorium meneliti aktivitas sel otak di hipokampus guna memahami bagaimana memori terbentuk. Hasil penelitiannya diterbitkan di berbagai jurnal ilmiah terkemuka dan berbagai penghargaan diraihnya. Dia meraih kesuksesan dan ketenaran dalam bidangnya.

Namun, Wendy merasa tidak bahagia. Hidupnya dipenuhi dengan kegiatan penelitian yang membuatnya jarang bergerak dan tidak aktif secara fisik. Tubuhnya lemah dan berat badannya naik hingga lebih dari 11 kilogram. Kesibukan di laboratorium membuatnya tidak punya kehidupan sosial. Suasana hatinya sering buruk. Dia memutuskan untuk melakukan sesuatu.

Dengan semangat dan tekad yang kuat, Wendy mulai berolahraga di gimnasium (gym). Pada awalnya, olahraga terasa sangat sulit baginya. Namun, setelah setiap sesi olahraga yang membuatnya berkeringat, dia merasakan peningkatan suasana hati dan energi yang signifikan. Perasaan positif ini mendorongnya untuk terus kembali dan berolahraga secara rutin.

Setelah berolahraga rutin selama sekitar 1,5 tahun, Wendy merasakan perubahan besar dalam hidupnya. Dia tidak hanya merasa lebih kuat dan lebih sehat, tetapi juga berhasil menurunkan berat badannya. Kemampuannya untuk berfokus mempertahankan perhatian dalam mengerjakan sesuatu pun meningkat. Penulisan proposal penelitian yang biasanya sulit, kini terasa mudah dan menyenangkan.

Membaca tulisan ini rasa-rasanya kok sebelas-duabelas dengan yang saya alami. Dan oleh sebab ini saya menjadi semakin mantab untuk giat “workout” terutama lari. Ternyata selain menyehatkan tubuh, berolahraga turut memperbaiki otak dan hati.

Al-Quran sendiri memerintahkan kita untuk berlari, sebagaimana dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 50 yang artinya:
“Bersegeralah kembali (taat) kepada Allah.”

Menurut Sayyid Quthub, “Fafirru” pada mulanya diartikan “berlarilah” yang mengesankan adanya beban berat serta berbagai rintangan yang dihadapi manusia. Karena itu, ajakan pada ayat ini sangat tegas agar mereka bersegera menuju Allah SWT dengan “berlari”.

Meskipun sebenarnya ayat tersebut bukan secara eksplisit atau secara hakiki berarti lari betulan sebagaimana larinya seseorang atau hewan, akan tetapi lari di ayat ini menunjukkan adalah keinginan kuat untuk bersegera menuju Allah. Namun saya tetap mengambil kalimat “berlarilah” di ayat tersebut sebagai motivasi bagi diri saya pribadi untuk berlari secara fisik dalam mengejar kesehatan dan bahkan ketenangan batin.

Ini bukan tanpa alasan, sebab dengan berlari alhamdulillah ala kulli hal, saya merasakan perbedaan yang sangat positif. Dan saya niatkan lari ini untuk semata-mata agar memiliki tubuh dan pikiran yang sehat sehingga bisa sedikit lebih kuat beribadah kepada Zat Sang Pencipta yang Maha Kuat dan Perkasa.

Sebagai pelari jelata, meminjam istilah yang dipakai oleh A. Rachman seorang influencer lari di Youtube, target pertama saya tidak muluk-muluk. Di hari pertama saya mematok pokoknya kalau sudah sangat capek dan ngos-ngosan “ngak-ngik ngak-ngik” saya akan berhenti. Waktu itu saya berhasil mencatat waktu sekitar 13 menit dengan “pace” yang lupa tidak saya abadikan. Mungkin bagi teman-teman yang belum tahu istilah pace bisa googling secara mandiri tanpa dipungut biaya, silakan, hehe.

Capaian waktu tersebut sangat menggembirakan bagi saya pribadi, sebab sangat di luar dugaan berdasar pengalaman yang sudah-sudah. Saya memprediksi hanya akan mampu bertahan 5 menit. Sungguh luar biasa, hehe. Memang luar biasa, sebab pelari yang biasa justru lebih bisa lari kencang dan lama dari saya.

Untuk sesi lari kedua saya semakin bersemangat supaya bisa mematahkan rekor sebelumnya. Dan alhamdulillah, sesi kedua bisa tembus 16 menit. Rekor ini sangat saya syukuri dan terus saya pertahankan dalam beberapa hari. Hingga sekitar 3 pekan setelahnya, saya memberanikan diri untuk menaikkannya lagi. Dan alhamdulillah endurance lari saya tembus 19 menit.

Di bulan pertama ini (awal bulan Juni) saya masih berlari sambil membawa botol minum kecil untuk jaga-jaga menghindari dehidrasi mendadak. Ini bisa jadi lucu dan memalukan, orang-orang pasti akan nyinyir jika melihat kelakuan pelari jelata seperti saya, hehe. Tak apa lah, mending dinyinyiri dari pada nyengir kehausan di tengah jalan.

Memasuki bulan kedua, yakni bulan Juli, saya merasakan lari sudah menjadi kebutuhan dan secara fisik saya sudah tidak terlalu ngos-ngosan, bahkan kalau masih di menit 15 ke bawah rasanya biasa-biasa saja. Dan di bulan ini saya juga mulai memberanikan diri untuk tidak lagi menggenggam botol minum. Sebab sebenarnya di hari-hari sebelumnya meskipun saya masih membawa botol, tetapi tidak saya minum seperti di awal-awal. Adapun target durasi “easy run” di bulan ini adalah jangan sampai kurang dari 20 menit.

Sekarang, di bulan Agustus, saya berkeinginan dan mempunyai target untuk meningkatkan performa lari saya. Meskipun sudah saya terapkan di akhir bulan Juli. Di bulan ini patokan saya bukan lagi lamanya, meskipun ini tetap menjadi pertimbangan melihat jadwal kegiatan saya yang lain. Yang menjadi patokan adalah pace dan jarak tempuh. Saya ingin bisa lari dengan jarak minimal 3 KM dulu dengan pace antara 7-10. Demikian adalah hasilnya.