Siapa di antara kita yang tidak pernah mengalami luka? Sedih? Dan ketidakmenentuan? Pasti semua pernah merasakannya dengan levelnya masing-masing. Ternyata, nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengalaminya, bahkan lebih parah dan perih dari kita. Namun beliau segera kembali tegar berkat hadiah Allah ta’ala berupa isra miraj. Dalam tulisan ini saya mengajak para pembaca semua untuk merenungi isra miraj agar menjadi pribadi tangguh.
Isra` Mi’raj Sebagai Kasih SayangNya
Banyak sekali cobaan demi cobaan yang menimpa baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sepanjang hidupnya. Lebih-lebih ketika beliau menapaki jalan menanjak dalam berdakwah menyebarkan Islam. Cobaan berat itu beliau alami tidak sendirian, tetapi juga para pengikut setianya, para sahabat. Penindasan, pelecehan, penghinaan, dan macam keburukan-keburukan lain menjadi santapan sehari-hari. Apalagi sepeninggal Abu Thalib sang paman pembela, maka kekejaman itu semakin meningkat hingga batas terendah dari nilai-nilai kemanusiaan. Namun, di saat puncak kesedihan itulah Allah ta’ala memberikan kasih sayangnya kepada makhluk yang paling Ia cintai. Isra` Mi’raj adalah hadiah terindah bagi nabi sebagai pelipur lara dan penguat asa.
Hakekat Isra` Mi’raj
Isra` adalah skenario Allah ta’ala yang amat dahsyat. Pada waktu itu Allah ta’ala memberangkatkan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari masjid al-Haram yang ada di Makkah menuju Masjid al-Aqsha yang ada di Aelea (al-Quds), Palestina. Nabi berangkat pada suatu malam tertentu dan kembali pada malam itu juga. Kemudian beliau juga menaiki langit demi langit berawal dari titik masjid al-Aqsha hingga sampai pada pucak tertinggi, sidrat al-muntaha. Yang juga di perjalanan ini ada perintah salat lima waktu. Ini semua terjadi di malam hari.
Peristiwa mukjizat ini Allah ta’ala terangkan secara sharih dalam surah al-Isra` dan secara isyarat dalam surah an-Najm.
dalam surah al-Isra` ayat 1:
سُبْحانَ الَّذِي أَسْرى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بارَكْنا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آياتِنا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Adapun dalam surah an-Najm ayat 13-18:
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرى * عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهى * عِنْدَها جَنَّةُ الْمَأْوى * إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ ما يَغْشى * ما زاغَ الْبَصَرُ وَما طَغى * لَقَدْ رَأى مِنْ آياتِ رَبِّهِ الْكُبْرى
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratilmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. ( QS An-Najm : 13-18)
Hikmah
Dalam dua surah di atas Allah menjelaskan hikmah peristiwa Isra` dan Mi’raj. Hikmahnya adalah bahwa Allah ta’ala hendak menunjukkan kepada RasulNya bukti-bukti kebesaranNya yang luar biasa, sebagai persiapan dalam menghadapi konfrontasi bersenjata melawan musuh-musuh Islam. Sebagaimana Allah ta’ala dulu juga memerintahkan Musa ‘alaihissalam untuk menghadapi Firaun setelah menunjukkan kebesaranNya kepada Musa ‘alaihissalam berupa tongkat mukjizat.
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَامُوسَى * قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى * قَالَ أَلْقِهَا يَامُوسَى * فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى إلى قوله تعالى: لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا الْكُبْرَى * اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ
“Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya”. Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar. Pergilah kepada Fir’aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas”. (Thaha: 17-24).
Bukti-bukti kebesaran yang Allah tunjukkan kepada nabi sangat banyak. Seperti perjalanan ke masjid al-Aqsha, menaiki langit, menyaksikan fenomena alam ghaib, bertemu dengan para malaikat, melihat surga dan neraka. Semua ini Rasulullah saksikan secara ruhiyah dan jasadiyah. Dan tahapan perjalanan ini, sekali lagi saya sampaikan, membuktikan bahwa Allah ingin menunjukkan kepada nabi Muhammd kebesaran-kebesaranNya. Dengan melihat kebesaran ini, nabi semakin kokoh dalam menatap jalan ke depan sesulit apapun dan ikhlas atas luka-luka lama yang beliau rasa.
Kesimpulan
Melalui peristiwa isra miraj ini saya berharap kita semua menjadi orang-orang yang tangguh, tidak cengeng. Berani menatap hidup dan terus melangkah. Sebab seseorang yang tidak mau bergerak maju dan melangkah. Sesungguhnya orang ini telah mati sebelum malaikat ajal menjemput. Lihatlah Rasulullah yang dengan gagah berani menjadi contoh bagi semua pengikutnya. Rela meninggalkan nyamannya dunia demi keselamatan manusia. Sedih iya, tetapi di balik kesedihan ada kebahagiaan. Kebahagiaan sejati kelak di hari kepastian. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad.