Rasionalitas berarti di mana seseorang cenderung bersikap dan bertindak sesuai logika dan nalar seseorang. Untuk mewujudkan semangat rasionalitas ini, pertama yang harus kita pahami adalah definisi akal dan fungsinya.
Pendahuluan
Para filsuf mendefinisikan manusia sebagai hewan yang berpikir. Tentu semua orang tahu definisi ini. Satu-satunya hewan yang Allah ta’ala hadiahkan sebuah anugerah terhebat dan tebesar sepanjang sejarah kemanusiaan. Dan anugerah itu adalah akal yang dengannya manusia bisa berpikir. Berpikir adalah sebuah aktivitas unik yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lain (baca: hewan) yang hidup di permukaan bumi ini. Itulah mengapa kemudian manusia menjadi makhluk yang mulia. Dengan anugerah pikiran, manusia selanjutnya mampu mengelola bumi dan mengendalikan tatanan kehidupan.
Dalam tulisan ini dan tulisan selanjutnya saya ingin menyajikan tentang apa itu akal, kebodohan dan hawa nafsu berikut poin-poin penting yang melingkupinya. Karena meskipun pada dasarnya manusia adalah hewan yang berpikir. Alih-alih terus mengoptimalkan akal dan memikirkannya sebagaimana yang orang-orang yang lebih maju dan berperadaban lakukan, tidak jarang dari spesies ini justru lebih banyak memarkirkan akal mereka di dalam garasi kebodohan yang pengap, sesak, dan gelap. Ada juga yang menyalahgunakannya untuk sesuatu yang merugikan orang lain, lingkungan, dan semesta.
Penelantaran dan penyalahgunaan akal dampaknya sangat dahsyat. Tidak hanya berimbas buruk kepada pemiliknya saja, tetapi bisa meluas hingga ke seluruh planet ini. Bagaimana mungkin sebuah bangsa akan bergerak maju dan berperadaban jika anggota masyarakatnya tidak mau perpikir. Oleh sebab itu, maju mundurnya sebuah bangsa, salah satu faktornya adalah bagaimana proses pembentukan tatanan masyarakat yang selalu mengedepankan nalar pikiran sehat dan aktif.
Berikut beberapa pengertian akal menurut para pakar.
Definisi Akal
Ada yang mengatakan akal artinya adalah bangun, pengetahuan, pengalaman. Maksudnya adalah dengan akal yang ia miliki seseorang akan tersadarkan terhadap situasi dan pergerakan semua benda yang ada di alam raya. Seseorang juga akan memiliki pengetahuan yang tersebar di semua sudut-sudut semesta, dan dengan akal seseorang akan semakin menjadi orang yang berpengalaman dari hari ke hari.
Ada juga yang mengatakan bahwa akal adalah proses mengamati atau merenungkan suatu dampak, efek, atau konsekwensi tertentu atas segala sesuatu. Inilah kenapa biasanya orang yang berakal akan berpikir sebelum bertindak. Karena dia tidak mau menanggung beban berat dan konsekuensi buruk sebab tindakan yang tanpa dilandasi atau didahului dengan berpikir.
Kemudian ada yang mengatakan bahwa orang berakal adalah orang yang pada dirinya terdapat sensor atau sesuatu yang menjaga atas segala keinginannya. Akal tersebut akan memandu pola hidupnya dan menjadi filter dari segala sampah-sampah yang masuk ke kepala. Sehingga ia bisa menjalani hidupnya dengan baik dan mampu memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Tidak membabi buta dalam memandang sesuatu.
Lawan Akal adalah Bodoh
Adapun yang dimaksud dengan bodoh adalah kondisi ketidaksesuaian atau menempatkan suatu ucapan tidak pada tempatnya. Baginda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tidak ada sesuatu yang dicari oleh anak Adam yang lebih utama daripada akal yang menunjukinya kepada kebenaran dan mencegahnya dari kehancuran”. Ada yang mengatakan bahwa kebodohan itu akan menghilangkan keselamatan dan mewariskan penyesalan.
Fungsi Akal
Sementara akal atau kecerdasan itu layaknya wazir (perdana menteri) yang selalu memberi petunjuk dan pendukung yang membahagiakan. Jika mengikutinya maka selamat dan jika melawannya maka celaka. Oleh sebab itu ada yang mengilustrasikan akal sebagai cahaya, yang dengannya siang dan malam sama terangnya. Untuk lebih mempertegas pembahasan definisi akal dan fungsinya, al-Mutanabbi dalam syairnya mengatakan:
لولا العقول لكان أدنى ضيغم أدنى إلى شرف من الإنسان
“Tanpa akal seseorang akan lebih dekat kepada singa daripada dekat kepada seorang yang mulia”.
Maksudnya adalah dengan akal rasional seseorang akan menjadi orang mulia seutuhnya. Dan sebaliknya jika tidak punya akal, maka ia seperti singa buas.
Penyelewengan Akal
Akal tanpa etika fakir sedangkan etika tanpa akal mati. Ibarat air tawar dalam akar pohon hanzalah (semacam labu pahit), semakin air itu bertambah semakin pahit rasanya. Maka seperti itulah etika yang tidak berasaskan rasionalitas. Namun, akal tanpa etika seperti pendekar yang tidak memiliki senjata. Jadi, akal dan etika itu umpama ruh dan tubuh.
Bisa kita lihat bahwa tubuh tanpa ruh hanya sebatas bentuk atau rupa. Sedangkan ruh tanpa tubuh seperti udara. Dari sini kita paham betapa akal yang Allah ta’ala berikan sebagai anugerah yang luar biasa namun tanpa etika, maka akan menjadi seperti tanah subur yang rusak. Lagi-lagi ini terjadi sebab tidak jarang yang belum paham definisi akal dan fungsinya.
Al-Husain berkata: Ada tiga perkara yang hilang sia-sia, agama tanpa akal, harta tanpa amal, dan cinta tanpa timbal. Perkataan al-Husain ini menegaskan bahwa dalam beragama seseorang butuh proses penalaran. Sebab dengan melakukan penalaran yang benar maka orang tersebut bisa menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Inilah yang menjadikan agama akan tetap eksis, karena memiliki pijakan yang kokoh.
Ada kaedah ekonomi di mana segala sesuatu jika bertambah banyak maka akan semakin murah. Namun kaedah tersebut tidak berlaku untuk akal. Semakin akal bertambah, maka akan semakin mahal nilainya. Seandainya orang bisa membeli akal, maka dia yang tahu betapa berharganya akal, dia rela membelinya, meskipun dalam jumlah yang banyak.
Suatu saat Bahlul ditanya, “sebutkan kepada kami siapa saja orang-orang gila itu! Ia menjawab, wah, ini akan panjang! Tetapi aku menganggap mereka itu orang waras yang sesungguhnya.”
bersambung….