“Mencari ilmu di usia muda bagai melukis di atas batu, namun mencari ilmu di usia tua (sisa usia) bagai mengukir di atas air.” Harusnya pepatah ini tidak disalahpahami sehingga belajar itu tidak ada batasnya. Kita (yang merasa sudah berkepala tiga atau mendekatinya), harusnya bisa menjadi gemilang di sisa usia.
Pendahuluan
Siapa yang tidak pernah mendengar pepatah lama tersebut? Pasti semua dari kita dulu pernah mendengarnya ketika masih belajar di tingkat dasar. Itulah kata-kata azimat yang sering didengung-dengungkan oleh guru kita dulu, terutama guru bahasa Indonesia.
Ketika kata bijak di atas disampaikan di saat usia kita masih muda, itu betul-betul memotivasi diri untuk tidak menyia-nyiakan masa muda. Namun berbeda ketika mendengarnya di usia tua. Kalimat ini menjadi semacam petir yang menyambar dengan tiba-tiba. Hancur berkeping-keping, terbakar dan tidak ada lagi harapan untuk memperbaikinya.
Namun tunggu dulu, dan jangan putus asa. Pepatah tersebut, menurut saya, sasarannya adalah anak-anak belia, bukan orang-orang gaek yang sudah mendekati kepala tiga dan selebihnya. Jadi jangan salah dalam menempatkan dan membaca suatu pepatah. Lagi pula, pepatah bukanlah sebuah rumusan baku yang hasilnya pasti. Ini yang perlu kita catat.
Selama masih ada kesempatan, selama itu pula peluang masih terbuka bagi siapa saja yang mau memanfaatkannya. Sebagai seorang muslim saya percaya sabda nabi yang artinya bahwa barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia pasti bisa mewujudkannya. Jadi sekarang yang menjadi tugas kita adalah memanfaatkan sisa usia untuk mengejar ketertinggalan. Ada pepatah “gemilang di sisa usia”.
Apa yang saya katakan di atas bukan suatu omong kosong dan retorika. Hal ini memang betul-betul telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu dan mereka bisa membuktikannya. Meskipun secara usia mereka sudah tidak muda lagi, namun dengan semangat 45, apa yang mereka usahakan membuahkan hasil yang memuaskan bahkan mengguncang dunia. dan akhirnya mereka bisa menjadi orang yang termasuk gemilang di sisa usia. https://cakobed.com/definisi-akal-dan-fungsinya-1/
Tokoh-Tokoh Pembelajar di “Sisa Usia”
Berikut akan saya paparkan beberapa potret orang-orang sukses dalam belajar meskipun sudah tidak muda lagi.
Banyak sekali ahli ilmu jaman dulu yang terlambat dalam menuntut ilmu. Bahkan sebagian dari mereka ada yang masa mudanya begitu kelam, namun karena hidayah Allah kehidupannya berubah baik dan jadi tokoh panutan.
Fudlail Ibn ‘Iyadl
Salah satunya adalah al-Fudlail ibn ‘Iyadl. Dalam Siyar A’lam a-Nubala`, Adz-Dzahabiy berkata: Fudlail dulu adalah seorang perampok di daerah antara Abiward dan Sarakhs. Penyebab pertaubatannya adalah ketika pada suatu saat ia merindukan seorang gadis. Ketika ia berhasil menaiki tembok rumah gadis tersebut, tiba-tiba ia mendengar seorang yang membaca ayat (al-hadid: 16) yang artinya.
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
Setelah mendengar ayat tersebut ia berkata: Baik, Ya Rabb! Inilah saatnya. Lalu ia kembali dan bermalam di reruntuhan rumah. Ternyata di situ ada sekelompok orang yang lewat. Sebagian mereka berkata: mari kita pergi! Lalu sebagian yang lain berkata: Nanti saja, saat sudah pagi. Sebab ada Fudlail yang bisa saja merampok kita. Di situ fudlail berkata dalam hati dan merenung. “saya berbuat maksiat di malam hari, sementara kaum muslimin di sini takut kepadaku. Aku tidak mengira bahwa Allah akan menggiringku kepada mereka kecuali mereka pasti akan ketakutan terhadapku. Ya Allah, sekarang aku bertaubat kepadamu, jadikanlah taubatku ini berupa hidup di samping al-Bait al-Haram.”
Singkat cerita, sebagaimana kita ketahui, Imam Fudlail kemudian menjelma menjadi ulama besar dan kekasih Allah yang banyak menginspirasi banyak orang hingga hari ini.
Ibn Hazm al-Andalusiy
Selanjutnya ada lagi seorang ahli ilmu kondang dan masyhur. Ia adalah Ibn Hazm al-Andalusiy. Ternyata ia adalah salah satu tokoh besar yang juga baru belajar di usia tidak muda lagi dan akhirnya menjadi orang yang “gemilang di sisa usia”. Adz-Dzahabi berkata, Abu Bakr Muhammad ibn Thurkhan at-Turkiy berkata, al-Imam Abu Muhammad Abdillah ibn Muhammad berkata kepadaku, Abu Muhammad ibn Hazm bercerita kepadaku mengapa ia belajar fikih, penyebabnya adalah karena kala itu ia melihat sebuah jenazah. Lalu ia memasuki masjid dan langsung duduk di situ, tidak salat. Kemudian ada seorang lelaki yang berkata: berdirilah! Salatlah tahiyat masjid!
Pada saat itu usia Ibn Hazm sudah 26 tahun. Lalu Ibn hazm berkata dalam kisahnya tersebut, kemudian akupun berdiri dan ruku’ (salat). Ketika kami kembali melaksanakan salat jenazah, lalu saya masuk masjid dan bersegera untuk ruku’ (salat). Kemudian ada seorang lelaki yang berkata kepadaku, Duduk! Duduk! Ini bukan saatnya untuk salat! Waktu itu adalah bakda salat Ashar. Ia berkata, aku segera pergi dan merasa sedih. Kemudian aku mengadu kepada salah seorang guruku, tunjukkan aku rumah al-Faqih Abu Abdillah ibn Dahwan. Kemudian aku berangkat menuju ke al-faqih dan menyampaikan permasalahanku. Al-Faqih menunjukkan kepadaku kitab al-Muwaththa` karya Imam Malik. Kemudian aku mulai mempelajarinya dan juga buku lain selama tiga tahun.
Masih terkait Ibn Hazm yang dinukil oleh al-hamawiy dalam Mu’jam al-Adibba` dari Ibn Arabiy. Abu Muhammad Ibn Hazm adalah seorang kelahiran Cordova dan kekeknya Said adalah seorang kelahiran Huelva (kedua kota itu termasuk wilayah Spanyol). Ia hijrah ke Cordova dan menjabat sebagai seorang menteri di situ hingga turun temurun ke anak cucunya termasuk Ibn Hazm. Ibn Hazm menjabat sejak usia baligh hingga usia 26 tahun dan belum juga tahu tentang hukum fikih.
SUlthan al-ulama` Izzuddin Ibn Abdissalam
Ada lagi yang lebih mencengangkan. Dialah sang Sultan para Ulama, siapa lagi kalau bukan al-Izz ibn Abdissalam. Dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra, Imam as-Subkiy berkata, Syaikh Izzuddin dulunya adalah seorang yang fakir sekali, ia baru fokus belajar ketika sudah tidak muda lagi. Penyebab dia mau belajar di “sisa usia” adalah pada suatu ketika dia bermalam di daerah Kalaseh, sebelah utara masjid Jami’ Damaskus. Semalaman ia di sana dalam keadaan dingin yang menusuk. Kemudia ia mimpi basah lalu bergegas bangun dan pergi menuju sebuah kolam mandi.
Namun di saat mau mandi ia merasa kesakitan akibat dinginnya malam, akhirnya ia memutuskan untuk kembali tidur dan kemudian mimpi basah untuk yang kedua kalinya. Ia pun kembali ke kolam mandi tadi, karena pintu masjid sudah tertutup, maka ia tidak mungkin untuk keluar. Singkat cerita ia kemudian pingsan akibat kedinginan. Saya (as-Subkiy) ragu, apakah dalam menceritakan kejadian ini, Syeikh mengalami kejadian itu tiga kali atau dua kali di malam itu. Kemudian ia mendengar seruan di ‘mimpi’ terakhir. Hai Ibn Abdissalam! Engkau mau ilmu atau amal? Syaikh Izzuddin menjawab, ilmu, karena ilmu bisa mengantarkan seseorang pada amal! Lalu di pagi harinya ia segera mengambil kitab at-tanbih dan menghapalkannya dalam waktu sebentar. Setelah itu ia fokus belajar hingga menjadi orang paling alim dan paling dekat dengan di zamannya.
Dan masih banyak lagi kisah-kisah orang terdahulu yang baru mulai belajar di saat usia mereka sudah tidak muda lagi. Insyaallah kisah-kisah tersebut akan saya lanjutkan di bagian selanjutnya.
Selamat belajar! jadilah Gemilang di Sisa Usia!