Keimanan merupakan sesuatu yang sangat penting dan mahal harganya. Keimanan juga merupakan suatu kenikmatan luar biasa yang Allah ta’ala anugerahkan kepada hamba-hamba pilihanNya. Oleh sebab itu, orang beriman harus senantiasa bersyukur atas nikmat ini. Sebab jika kita amati, masih banyak di luaran sana yang hidupnya jauh dari nilai-nilai keimanan. Beruntunglah seseorang yang sejak lahir tumbuh dalam naungan keimanan. Dalam tulisan kali ini, penulis akan membahas tentang “Ide Sederhana Mendidik Iman Anak”.

Sebagaimana kita ketahui, kadangkala ada saja masalah yang cukup pelik dalam masa pertumbuhan anak berkaitan dengan pendidikan iman dan peningkatan kualitas keimanan anak. Tidak jarang para orangtua kerepotan dan bahkan stres hampir putus asa menghadapi putra-putrinya yang tidak kunjung kelihatan ada peningkatan keimanan. Lantas bagaimana cara mengatasinya? Berikut ini adalah ide sederhana mendidik iman anak.

Dalam buku Smart Islamic Parenting, DR. Jasim al-Muthawwa`, ada sebuah percakapan tentang ide sederhana mendidik iman anak yang mungkin bisa menjadi inspirasi untuk kita para orangtua atau para pemerhati pendidikan anak. Demikian adalah isi percakapannya.

Saya (DR. Jasim al-Muthawwa`) bertanya kepada beberapa teman dan kerabat, “Apa amalan relijius (baca: khusus) yang biasa dilakukan oleh ayah atau ibumu dan berkesan serta berkontribusi meningkatkan iman dan agamamu?” Jawaban mereka bermacam-macam.

Keteladanan Orangtua

Pada intinya, cara yang paling memudahkan orangtua dalam menularkan dan mengajarkan kebaikan (baca: iman) kepada anaknya adalah dengan menampilkan kebaikan di depan anak. Inilah yang bisa kita baca dan temukan dari beberapa jawaban yang akan muncul nanti.

Di sini orang tua melakukan suatu perbuatan tertentu secara berulang-ulang. Dan perbuatan ini ia tunjukkan di hadapan anaknya dengan maksud agar anak bisa melihat secara langsung. Sebagaimana kita pahami dalam dunia pendidikan, ada sebuah teori bahwa anak itu selalu menganggap apa yang dikerjakan orangtua sebagai kebenaran. Oleh sebab itu, orang tua harus mengerjakan kebaikan-kebaikan yang ingin diajarkan ke buah hatinya. Karena secara otomatis, alam bawah sadar anak akan merespon perbuatan orangtuanya itu. Dan akhirnya si anak akan mengerjakan pula apa yang orangtua kerjakan.

Mengajak berzikir bersama, keteladanan dan senantiasa mendoakan

Kembali ke pemaparan Syeikh Jasim di atas tentang jawaban atas pertanyaannya kepada beberapa teman dan koleganya soal mendidik iman anak di keluarga mereka. Jawaban pertama adalah, “Ibuku selalu mengingatkan zikir pagi dan sore dan membacanya bersama-sama. Ibu selalu mendoakan kami ketika hendak berangkat ke sekolah.” Semoga Allah ta’ala selalu memberkahimu dan memberikan kesuksesan kepadamu nak (terang DR. jasim).

kemudian anak ini melanjutkan penuturannya, “Ayah selalu mengulang-ulang doa, Ya Allah, jadikanlah anak-anakku orang-orang saleh dan berbakti kepada orangtuanya. Aku masih mengenang suara pintu dan langkah kaki ayah saat pulang dari salat subuh. Ibu selalu membaca surah-surah perlindungan dan melindungi kami serta mengusapkan kepada kami.

Siaran TV Islami dan berkumpul di hari khusus

Orang kedua menjawab, “Kami mengenali hari Jumat dari mengenali aktivitas yang dilakukan ibuku. Kami mencium harumnya bau dupa, dan TV menyiarkan salat Jumat dari Masjidil Haram Mekah dengan suara keras. Ayah mengumpulkan kami membaca surah al-Kahfi, kemudian mengunjungi keluarga dan kerabat. Hari Jumat memiliki karakter khusus dalam hidupku dan ini juga yang aku lakukan bersama anak-anak.”

Mengajak dan membiasakan anak dalam kebaikan (zakat, zikir dan amalan lainnya)

Orang ketiga menjawab, “Hal yang berkesan dari ayahku ketika bulan Ramadan adalah mengeluarkan zakat. Ayah mengumpulkan kami saat kami masih kecil dan meminta kami menghitung uang dan memasukkannya ke dalam amplop, kemudian menulis nama mustahiq pada setiap amplop. Aku sangat terkesan dengan momen ini.

Aku juga mendengar suara air wudu ayah, zikirnya, doanya kepada Allah setelah berwudu. Ayah dan kadang ibu mengumpulkan kami untuk salat berjamaah di rumah saat kami masih kecil. Kami bermain di pangkuan mereka dan menyaksikan mereka duduk berzikir setelah salat. Mereka menghitung bilangan zikir dengan jari-jari sambil kami mempelajarinya, mereka mengucapkan subhanalah sebanyak 33 kali, alhadulillah sebanyak 33 kali, Allahu akbar sebanyak 33 kali, kemudian ditutup dengan bacaan la ilaha illallah wahdahu la syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syaiin qadir.

Mengganti puasa dan membaca Al-Qur`an

Salah seorang ibu bercerita bahwa dulu ibunya memotivasi untuk mengganti puasa Ramadan sebanyak hari-hari yang ditinggalkan karena uzur syar’i. Ibunya menemani berpuasa supaya cepat mengganti. Ia juga bercerita bahwa nenekna tinggal bersama di rumah dan ia sangat terkesan dengan neneknya karena selalu membaca Al-Qur`an dan meghatamkan setiap bulan sekali, “Kadang aku mengendarai mobil ayah dan pertama buka aku mendengarkan suara radio Al-Qur`an,” tambahnya.

Pemandangan dan suasana religius di lingkungan keluarga

Seorang gadis becerita bahwa hal paling berkesan adalah dupa dan wewangian di hari Jumat. Ibunya setiap kali melihat foto Baitul Maqdis yang dipajang di dinding berdoa, “Semoga Allah menganugerahi kita salat di masjid ini“. Ia juga bercerita bahwa ketika ayah atau ibunya mengambil air wudu tidak menutup pintu kamar mandi agar dirinya bisa melihat cara wudu mereka.

Ayah ibunya selalu mengulang-ulang doa berkendara, doa masuk rumah dengan suara keras agar kami mampu menghafalnya saat kecil. Ketika makan mengingatkan kami agar makan dengan tangan kanan. Ayah selalu bersanding kurma dan kopi dan kami senang saat makan kurma bersama ayah. Nenek tidak rida jika kami membuang makanan. Jika kami selesai makan nenek menyuruh kami untuk mengumpulkan lalu memberikannya kepada ayam atau binatang lain. Nenek bilang, “Kebaikan yang diberikan kepada setiap makhluk hidup ada pahalanya.” Aku tidak paham kalimat ini, tapi ketika aku dewasa baru saya mengetahui hadis Nabi yang menyebutkan bahwa seseorang diberi pahala ketika memberi makan binatang.

Simpulan akhir

Inilah ide-ide sederhana dan mudah, namun mendalam dan sangat berkesan melalui pendidikan tidak langsung, yaitu peristiwa-peristiwa yang menceritakan dirinya dan berkesan pada anak-anak tanpa mengarahkan secara langsung. Ini yang kita sebut “mendidik dengan keteladanan” yang merupakan salah satu metode pendidikan paling efektif. Anak tumbuh dalam suasana iman melalui perilaku orangtua, kerabat, kakek atau neneknya.

Sebagaimana sudah saya sampaikan di awal, ternyata anak itu memang tidak akan begitu respon terhadap ucapan atau seruan orangtua. Namun untuk tindakan orangtua, anak sangat cepat sekali menangkapnya dan menirukannya. Oleh sebab itu, orangtua sebenarnya tidak perlu mengahabiskan kata-kata dan tenaga ekstra. Berteriak keras dan memekakkan gendang telinga anak hingga para tetangga. Ia hanya butuh sedikit berkata namun banyak berbuat. Tentu perbuatan yang baik saja sebagai keteladanan yang mengantarkan anak dalam hidup yang penuh makna, dalam naungan keluarga iman yang bersumber pada ajaran Tuhan. Inilah ide-ide sederhana dalam mendidik iman anak. Semoga anak-anak kita tumbuh dalam keimanan.

Sumber bacaan:
Smart Islamic Parenting, DR. Jasim al-Muthawwa’