Pembuka
Al-Qur`an adalah kalamullah (firman Allah). Oleh karena itu ia merupakan sebaik-baik perkataan. Seindah apapun kata yang teruntai dalam sepanjang sejarah, jika dihadapkan dengannya pasti akan redup dan tenggelam. Ialah tali Allah yang sangat kuat, tak lekang oleh ruang, dan tak rapuh sebab waktu. Artinya siapapun yang berpegang teguh padanya maka tak akan tersesat selamanya. Ia juga peringatan yang bijaksana dan jalan hidup yang lurus. Al-Qur`an diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dengan membacanya maka bacaan tersebut akan dinilai sebagai ibadah. Oleh sebab itu, dalam tulisan kali ini saya akan menjelaskan pentingnya memahami dan mentadabburi Al-Qur`an. Tujuannya adalah supaya ada nilai lebih dan ada peningkatan kualitas membaca.
Tidak ada keraguan, sebagaimana para ulama sampaikan, barang siapa yang segala perbuatannya berdasarkan panduan Al-Qur`an, maka pahala sedang mengalir deras kepadanya. Barang siapa yang mengambil keputusan melalui Al-Qur`an, maka ia sedang menegakkan keadilan. Sebab Al-Qur`an adalah neraca kebenaran sejati. Tidak ada istilah berat sebelah atau tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Dan barang siapa mengajak kepada Al-Qur`an, maka ia menapaki jalan yang lurus. Dengan demikian, maka semua kebaikan dan keutamaan berkumpul padu pada insan Qur`ani. Ialah orang yang senantiasa mengacu pada Al-Qur`an dalam keseharian dan keputusannya.
Tak ada seorangpun dari ahli ilmu yang merasa puas ketika mempelajari ayat-ayat Al-Qur`an. Dengan Al-Qur`an seseorang biasa dan mampu menata ucapannya dengan indah dan sistematis, jauh dari kerancuan. Dia juga bisa mengendalikan hawa nafsunya. Sebaliknya, seseorang yang meninggalkan membaca kalam mulia ini, maka dia akan binasa. Oleh sebab itu, seorang muslim harap-harap waspada pada dirinya sendiri, apakah bosan, jengah, dan bermalas-malasan ketika mempelajari Al-Qur`an atau bersemangat?
Al-Qur`an adalah peringatan bagi yang memahami dan mentadabburinya
Kitab suci Al-Qur`an turun sebagai peringatan kepada manusia yang hatinya masih hidup dan untuk memastikan adanya siksaan pedih terhadap orang-orang yang mengingkarinya. Dalam surah al-Hasyr ayat 21 Allah berfirman:
لَوۡ أَنزَلۡنَا هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلٖ لَّرَأَيۡتَهُۥ خَٰشِعٗا مُّتَصَدِّعٗا مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ
21. Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Qur`an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. [al-Hashr:21]
Dalam ayat ini Allah ta’ala menjelaskan tentang sebuah “pengandaian” keadaan sebuah gunung yang tunduk hingga hancur berkeping-keping sebab ketakutannya saat Al-Qur`an turun kepadanya. Lantas bagaimana dengan kita, manusia yang telah Allah kasih Al-Qur`an? Masih pantaskah kita tidak peduli, bersenda gurau dan bermain-main saat ada bunyi indah ayat-ayat menghampiri telinga-telinga kita?
Oleh sebab itu, mentadabburi Al-Qur`an merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang untuk mencapai pemahaman dan penghayatan mendalam terhadap ayat-ayat yang kita dengar dan kita baca, sebagaimana firman dalam QS. Al-Isra` ayat 109:
وَيَخِرُّونَ لِلۡأَذۡقَانِ يَبۡكُونَ وَيَزِيدُهُمۡ خُشُوعٗا۩
109. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’. [al-Isra:109]
Inilah ayat yang sebenarnya menjadi semacam peringatan. Mengapa? Karena seandainya kita mendengar atau membaca Al-Qur`an hati dan pikiran kita belum bisa mencapai derajat tadabbur yang sedemikian rupa, berarti tidak mungkin kita bisa menangis dan khusyu’. Orang yang tidak bisa menangis dan khusyu’, tidak mungkin memiliki kualitas bacaan istimewa. Inilah peringatan keras bagi kita semua.
Kisah Abu ad-Dahdah dan istrinya
Ada sebuah kisah bahwa Abu ad-Dahdah pernah mendengar sebuah ayat:
مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ
245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. [al-Baqarah:245]
Kemudian dia berkata, “Apakah Allah akan menerima pinjaman kita?”
Kemudian dia menyedekahkan sebuah kebun yang di dalamnya terdapat 600 pohon kurma. Kemudian dia pergi menemui istrinya dan mengabarkan kepada istrinya tentang keputusannya ini.
Dan istrinya pun berkata, “Allah telah memberikan kepadamu kabar baik!” Ia tidak melumuri pipinya dengan kotoran dan merobek-robek sakunya (sebagai tanda kecewa atas keputusan seorang suami). Atau mengatakan kepada suaminya, “Engkau telah menyia-nyiakan kami!” Tetapi yang dilakukan istrinya adalah beranjak menuju anak-anaknya dan mengeluarkan kurma-kurma yang ada di saku mereka, sebab kebun itu sudah bukan milik mereka lagi.
Kisah ini menunjukkan tentang penghayatan yang sangat mendalam oleh sepasang suami istri dalam memahami (tadabbur) ayat, sehingga mereka segera tunduk untuk melakukan perintah ayat itu sebagaimana penjelasan dalam al-Hasyr di atas. Inilah yang seharusnya menjadi kebiasaan umat Islam di manapun berada dan dalam kondisi apapun dalam membaca Al-Qur`an. Abu ad-Dahdah dan istrinya menunjukkan keyakinan tekad mereka melalui perenungan yang sempurna atas ayat Al-Qur`an.
Keseriusan para sahabat dalam memahami dan membaca Al-Qur`an
Ketika membaca sebuah ayat, para sahabat akan mentadabburinya sepanjang malam. Sebagaimana yang dilakukan oleh Asma binti Abi Bakr, beliau segera mendirikan salat malam ketika merenungkan sebuah ayat:
فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡنَا وَوَقَىٰنَا عَذَابَ ٱلسَّمُومِ 27 إِنَّا كُنَّا مِن قَبۡلُ نَدۡعُوهُۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡبَرُّ ٱلرَّحِيمُ 28
27. Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab)”. 28. Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. [ath-Thur: 27-28]
Begitu pula yang dilakukan oleh Said ibn Jubair ketika mendengar ayat:
وَٱتَّقُواْ يَوۡمٗا تُرۡجَعُونَ فِيهِ إِلَى ٱللَّهِۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفۡسٖ مَّا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ٢٨
281. Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). [al-Baqarah:281]
Kemudian Umar ibn al-Khaththab menangis hingga terdengar sampai bagian luar masjid ketika terlintas sebuah ayat:
قَالَ إِنَّمَآ أَشۡكُواْ بَثِّي وَحُزۡنِيٓ إِلَى ٱللَّهِ وَأَعۡلَمُ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٨٦
86. Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya”. [Yusuf:86]
Penutup
Dari pemaparan di atas dapat kita ambil pelajaran mahal betapa membaca Al-Qur`an tidak boleh sembarangan. Asal-asalan dalam membaca dan mendengar Al-Qur`an hanya akan menghasilkan kelelahan. Tidak ada keberhasilan tanpa usaha keras dan ketekunan yang istikamah. Peradaban Islam masa silam mengalami kejayaannya karena muslimin masa itu mampu dan mau membaca Al-Qur`an dengan tadabbur.
Oleh sebab itu, harus ada upaya keras dalam diri seseorang untuk sadar akan pentingnya memahami dan mentadabburi Al-Qur`an. Ini menjadi penting bagi umat Islam sebab kalamullah tidak mungkin berfungsi secara maksimal kalau pembacanya tidak maksimal dalam memahami dan mentadabburi.